Koheri Latief, Sandal Katrok Masuk Hotel
Sandal hotel yang ringan dan lembut sering kali masuk di
koper kita setelah meninggalkan hotel. Bukan hanya karena fungsinya, tetapi
juga sebagai tanda bahwa kita pernah menginap di hotel tersebut.
Bisa jadi salah satunya adalah sandal katrok produksi Koheri
Latief. Ketika pertama kali menjajakannya melalui email, pria yang akrab
dipanggil Koheri ini memperkenalkan diri sebagai perajin sandal katrok. Hal ini
dilakukan untuk menarik perhatian, meski kunci utamanya tetaplah kualitas, on
time delivery, dan harga yang kompetitif.
Kisah Koheri menggeluti usaha ini pun tidak sengaja. Tahun
2002 ketika menjadi korban PHK, Koheri merasa mati kutu. Dia berpikir keras
untuk memulai usaha, namun belum juga mendapatkan ide. “Mimpinya sederhana, dan
awalnya yang penting memiliki penghasilan lebih baik daripada gaji saat masih
menjadi pegawai,” terang Koheri mengenang masa awal ingin memiliki usaha. Saat
itu Koheri berusia 36 tahun.Dan, yang namanya ide memang dapat muncul dari arah
tak terduga. Ketika dating kerumah salah satu temannya, ia melihat jajaran
botol sampo, sikat gigi, dan sabun ukuran mini.
“Saya tanya, ini apa? Buat apa? Dikirim ke mana? Terus dia
jawab, kalau itu semua buat ngisi ke hotel,” cerita Koheri tentang ide
usahanya.
SANDAL PENOPANG PHK
Koheri pun mendapat ide untuk membuat sandal hotel. Ia
mencari informasi dan dikenalkan kesalah seorang perajin sandal di daerah
Depok. Awalnya berniat untuk sekadar bertanya, yang terjadi justru sebaliknya.
Mereka sepakat bekerja sama dan Koheri mendirikan UD Herry Sandal pada tahun
2003 dengan menjual rumahnya seharga Rp 6o juta untuk modal usaha.
Meski masih dalam taraf belajar membuat sandal, Koheri nekat
menjajakan sendiri sandal-sandalnya ke berbagai hotel, secara door to door pada
2003. Dia hanya mengikuti intuisi saja, melihat bahwa para calon pembeli lebih
mudah tertarik dengan barangnya jika melihat langsung, ketimbang hanya dikirimi
email atau proposal. Dengan door to door, dia bias menjelaskan langsung
kualitas barangnya. Hal ini terus dilakukan Koheri seorang diri.
Di bulan pertama, Koheri berhasil menyuplai sandal untuk
Hotel Santika Cirebon dan Hotel Bentani Cirebon. Namun, bukan keuntungan yang
didapat. Justru selama 6 bulan pertama Koheri merugi karena biaya produksinya
terlalu tinggi, sementara pemasukan tidak seberapa. Koheri pun menganggap proses
itu sebagai pembelajarannya. “Bisa dibilang setahun pertama tidak ada
keuntungan yang berarti,” kenangnya, “Baru setelah setahun saya merasakan
nikmatnya usaha sandal.” Selama setahun itu Koheri bisa dikatakan bekerja apa
saja, karena usaha sandalnya belum menguntungkan. “Ada permintaan membuat
pensil, saya ambil. Ada yang meminta dibuatkan tisu, saya iyakan,” ujarnya
tergelak. Meskipun untungnya kecil, tetapi usaha-usaha ini cukup membantu
mengamankan kondisi keuangannya.
Meski kecil, cash flow-nya berputar balik. Minimal gaji dan
tagihan listrik bisa dibayarnya. Setelah bersabar setahun, usaha sandal Koheri
pun mulai mendapat sambutan bagus dari pelanggannya. Kepuasan manajemen Hotel
Santika dan Bentani pada produk sandal Koheri berbuah baik untuk bisnisnya. Dia
direferensikan ke cabang-cabang lain dalam kelompok hotel tersebut, bahkan ke
sesame pengusaha hotel. Hingga Mei 2011, Koheri telah menyuplai sandal ke
sekitar 50 hotel di Cirebon,Tegal, Pekalongan, Semarang, Yogyakarta, Bandung,
Jakarta, Bogor, dan Sumedang. Untuk luar Pulau Jawa, sandal Koheri sudah
menginjak Balikpapan dan Belitung. Selain hotel, sandal Koheri pun diminati
oleh rumah sakit. Sayangnya karena faktor kepercayaan, kemitraan Koheri dengan
perajin di Depok tidak berumur panjang. Koheri kemudian membuat usaha sendiri
di Plered, lalu di Cirebon pada 2006. Karena mengandalkan promosi mulut ke
mulut dari kliennya, Koheri mengaku tidak mengenal langsung customer-nya.
Transaksi yang mereka lakukan hanya bermodal kepercayaan. Begini sistem
kerjanya: customer mengirimkan contoh, Koheri kemudian membuatkan mock up yang
dikirim kembali untuk mendapat persetujuan.
Persetujuan ini memang sangat penting karena setiap hotel
biasanya memiliki desain sendiri yang harus dipenuhi oleh Koheri. Misalnya
urusan pemakaian warna yang sesuai dengan warna hotel tersebut. Koheri mengaku,
kadang ia juga memberi masukan terhadap desain yang diinginkan konsumen.
Tetapi, pada dasarnya ia tidak mengubah terlalu banyak dari contoh yang
diajukan. Setelah mock up disetujui, proses pembuatan sandal baru dijalankan.
Mengenai penetapan harga, Koheri berkata, “Harga pokok produksi ya dihitung
semua, seperti bahan baku spons, lem, benang, dan lain lain. Kemudian
menghitung biaya tenaga kerja dan ekspedisi. Untuk lingkup Cirebon, kita pakai
mobil sendiri. Kalau di luar Cirebon, menggunakan ekspedisi yang sudah
berlangganan. Tapi terkadang konsumen meminta ekspedisi yang dia percaya. Itu
juga bisa.” Setiap karung biasanya berisi 500 pasang sandal yang dibagi-bagi
dalam 50 kemasan plastik. Jumlah pesanan dari setiap hotel memang tidak sama,
tergantung kebutuhan hotel itu sendiri. Namun, agar biaya ekspedisinya tidak
terlalu mahal, untuk Pulau Jawa biasanya Koheri mematok jumlah sandal minimal.
“Oasis Amir Hotel, Marbella, dan Parama itu biasanya order sekitar 5.000 per
bulannya, sedangkan Hotel Santika Balikpapan itu sekitar 6.ooo perbulan,”
ujarnya memberi contoh.
MENOLAK DOWN PAYMENT
Koheri memegang teguh nilai-nilai yang harus dipegang
seorang pengusaha, seperti kejujuran, kedisiplinan, dan keuletan. “Kejujuran
adalah hal yang paling tidak bisa ditawar. Tanpa itu saya tidak akan mau
berbisnis,” tegasnya. Sementara kedisiplinan dibutuhkan agar dapat bertahan
walau kondisi tidak memungkinkan untuk dilakukan, dan keuletan sangat membantu
pada saat menghadapi masa sulit dan tekanan yang datang bertubi-tubi.
Menurut Koheri, kualitas dan pengiriman yang tepat waktu
menjadi faktor utama kelancaran bisnisnya. Pasalnya, Koheri pernah mendapatkan
pengalaman pahit urusan pengirimanbarang. Ia pernah menggunakan perusahaan
ekspedisi yang kurang cermat sehingga barang yang seharusnya berangkat ke Bogor
dikirim ke Bandung, begitu juga sebaliknya. Di sinilah kredibilitas usaha dipertaruhkan.
Dia menuai protes atas kelalaian yang bukan dilakukannya.
“Tapi saya belajar cerdik, ada copy bukti kirim dari
ekspedisi, kan. Saya kirim itu, maka yang ada memang saya sudah kirim. Cuma
kenyataannya, di lapangan itu tertukar. Diharapkan dia memaafkan saya. Tapi
kalau kita tidak bisa berargumentasi kayak begitu, ya tadi, secara on time
delivery saya kalah. Kalau on time delivery kalah, hotel sudah kehabisan
sementara saya belum kirim. Jelek dong kesannya. Dia pasti pindah ke tempat
lain,”
paparnya. Ketepatan dan kecepatan perusahaan ekspedisi
termasuk faktor penting demi mencegah customer-nya kabur. Dari pengalaman
tersebut Koheri selalu berpesan kepada customer-nya untukmemberitahu jika stok
di hotel sudah menyentuh kisaran 200-300 pasang. Sebab jika hotel kehabisan
sandal, sudah dipastikan toko mana pun tidak ada yang menjual sandal hotel
tersebut. Dengan menjaga stok di kisaran tersebut, hotel tidak sampai kehabisan
persediaan sandal dan Koheri mempunyai cukup waktu untuk menyediakan sandal
yang dibutuhkan. Hal ini sudah termasuk waktu pengiriman dari perusahaan
ekspedisi di sekitar Pulau Jawa yang memakan waktu 1 hari. Koheri memberikan
keleluasaan kepada customer-nya untuk menggunakan perusahaan ekspedisi yang
dipercaya. Jika customernya menyerahkan kepada Koheri, baru dia menggunakan
perusahaan ekspedisi yang sudah menjadi mitranya.
Urusan kualitas pun Koheri tak kalah berhati-hati. Hal ini
dipelajarinya dari pengalaman pahit ketika ada pesanan dari salah satu hotel di
Malang, akibat PO (Purchase Order, dokumen pemesanan) tertanggal 20 baru
dibacanya tanggal 25. Padahal, hotel tersebut sudah amat membutuhkan sandal.
Keterlambatan respons Koheri membuat stok sandal keburu habis. Koheri pun membuat sandal dengan terburu buru tanpa
mengontrol apakah sesuai seperti yang biasa dikirimkan ke hotel tersebut, yakni
sandal mengilat. Seribu enam ratus pasang sandal pun segera dibuat dan dikirim.
Heri tidak menyadari bahwa sandal-sandal tersebut berbeda
warna dan tidak mengilat. Alhasil hotel tersebut mengirimkan kembali sandal-sandal
Koheri karena dianggap tidak sesuai pesanan. Selain kerugian biaya produksi, Koheri
juga menelan kerugian akibat pengiriman barang kembali. Nama baiknya pun dipertaruhkan.
Kliennya bisa saja berpindah hati ke perajin lainnya. “Ketika tidak memenuhi kualitas,
dampaknya di saya,” cetusnya. Sandal-sandal tersebut juga tidak bisa dijual ke
mana pun, karena nama hotelnya sudah tercantum.
Pun, tidak bisa didaur ulang. Sebagai pengusaha kecil dan
pemula, kerugian yang didapatnya kala itu cukup besar, Rp 5 juta. Di luar
faktor pengiriman dan kualitas, Koheri juga belajar untuk memiliki mitra kerja
yang tidak membuatnya rugi. Meski banyak yang berminat menjadi agen sandal,
Koheri hanya memberi porsi 20 persen. Sedangkan 80 persennya, Koheri memasok
langsung ke hotel dan rumah sakit.
Dia pernah mengalami pengalaman pahit ditinggal kabur agen
sandalnya pada tahun 2004. Awalnya, orang tersebut yang mengajak bekerja sama.
Koheri pun diajak ke tempat tinggalnya,sebuah kos-kosan di Bandung. Secara
kasat mata, orang tersebut tampak berduit, terlihat dari mobilnya yang
berganti-ganti. Koheri pun menyediakan sandal untuknya. Pembayaran dilakukan
dengan bilyet giro, yang ternyata kosong. Dua kali dikirim nota, tidak juga
dibayar.
Ketika dicari di kosannya, orang tersebut telah pergi. Hampir
setiap hari Koheri menelepon ke Surabaya, yang membuat tagihan teleponnya membengkak.
Hingga pada suatu titik, Koheri memutuskan untuk merelakannya. Namun sejak itu,
Koheri meninggalkan perasaan ‘tidak enakan’ dalam berbisnis. Ketika ada orang
baru yang ingin menjadi agen dan minta disediakan sandal, dia dengan tegas
meminta pembayaran lunas sebelum sandal dibuat. “Saya enggak mau sistem DP.
Kalau DP separuh, setelah sandal jadi dan dikirim, masih perlu mengirim tagihan
lagi. Saya mau pembayaran full dulu. Logikanya, ketika sandal saya sudah jadi
lalu dia cancel, sandal itu jadi sampah. Saya enggak mau seperti itu terulang lagi,”
jelasnya. Namun, perlakuan itu hanya khusus untuk agen. Sementara untuk
customer tetap, yakni pihak hotel dan rumah sakit, Koheri menggunakan asas
kepercayaan, mengingat mereka adalah customer yang setiap bulannya sudah pasti
memesan sandal dalam jumlah besar.
bersambung
Labels:
kisah kisah
Tidak ada komentar: