Hikmanul Hakim Bosan Jadi Karyawan, Akhirnya sukses menjadi pengusaha Online
Bosan menjadi pekerja selama 15 tahun, Hikmanul Hakim
memutuskan membuka usaha jualan busana muslim. Kegagalan di tahun pertama
membuatnya lebih berani memasarkan produk secara online. Alhasil, bisnisnya
sukses di dunia maya.
hikmanul hakim |
Menjelang Lebaran, busana muslim menjadi sangat laku.
Rupanya, orang ingin merayakan kemenangan setelah berpuasa, sembari berkumpul
dengan keluarga, memakai baju baru. Salah satu yang menikmati berkah di masa
seperti sekarang adalah Hikmanul Hakim. Meski hanya memiliki satu butik di ITC BSD, Hakiem – begitu
ia biasa disapa – sukses berbisnis busana muslim secara online. Ia memasarkan
90% produknya lewat website dan situs jejaring sosial. Dalam sehari, ia meraup
omzet Rp 7 juta sampai Rp 10 juta. Tapi, sejak sebulan terakhir, omzetnya bisa
mencapai Rp 20 juta per hari.
Kesuksesan Hakim ini tidak datang dari langit. Ia merintis
butik busana muslim Rumah Madani dengan keringat. Pria kelahiran Sidoarjo, 7
Februari 1969, ini dibesarkan di keluarga pegawai negeri sederhana. Ayahnya
adalah seorang staf di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan sang ibu guru.
Sejak kecil, Hakim sudah didorong untuk berprestasi secara
akademis. Ia selalu fokus pada studi. “Boro-boro mikirin soal bisnis,” ujarnya.
Hasilnya, ia selalu juara kelas. Puncaknya, ia menamatkan kuliah di Institut
Teknologi Surabaya, Jurusan Teknik Fisika bidang Instrumentasi, dengan predikat
sangat memuaskan.
Selulus kuliah pada 1992, Hakiem merantau ke Jakarta.
Penyuka ilmu eksakta ini bekerja sebagai konsultan di sebuah perusahaan
teknologi informasi (TI). “Saya belajar TI secara otodidak,” ungkapnya.
Selanjutnya, selama 15 tahun, ia berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan
lain, hingga terakhir bekerja di PT Fujitsu Indonesia.
Sebenarnya, Hakiem cukup mapan dengan kariernya. Gajinya
tergolong besar. “Selalu di atas Rp 10 juta,” ungkapnya. Tapi, ia merasa jenuh.
Kemacetan ibukota dan jadwal kerja yang ketat membuatnya tidak nyaman. Di
pikirannya, ia ingin mengubah cara mencari nafkah dengan berbisnis.
Hakiem lantas mensurvei segala jenis bisnis, dari jual beli
beras sampai waralaba burger. Ia sempat terpikir membuka usaha konsultan IT
sendiri. Tapi, ia tak pernah bisa merealisasikan sementara belum keluar dari
tempat kerja.
Ayah dari Fahmi, Jihad, dan Hanif ini pun resmi mundur pada
April 2007. “Saat itu, keluarga besar saya heboh, mengatai saya bodoh karena
melepas kemapanan,” kenangnya. Untunglah sang istri tercinta tetap mendukung
lantaran lebih punya waktu untuk keluarga.
Gagal di tahun
pertama
Hakiem akhirnya memutuskan berbisnis busana muslim. Ia
melihat, peluangnya cukup besar. Pada Mei 2007, ia membuka butik Rumah Madani
di ITC BSD. Modal awalnya Rp 40 juta, setengah di antaranya untuk untuk sewa
tempat. Di butiknya, Hakiem menjual aneka busana muslim dan
aksesorinya seperti kerudung, jilbab, dan cadar. Harga jualnya berkisar Rp
80.000 sampai Rp 500.000. “Segmennya untuk kalangan menengah ke atas, terutama
para pekerja,” ujarnya.
Di tahun pertama, bisnis Hakiem sudah meredup. Omzet
penjualannya sangat kecil. “Profit kotornya hanya Rp 1 juta tiap bulan, habis
untuk membayar gaji SPG,” terangnya. Praktis selama setahun, sang istri yang
bekerja di Pamulang Medical Center lebih banyak menafkahi keluarga. Kegagalan itu sempat membuat Hakiem frustrasi, tapi
sekaligus memacu semangat. “Saya tahu, penyebab kegagalan itu karena jaringan
penjualan belum ada, kurang pemasok, kualitas barang, terutama model, tren, dan
reputasi butik masih kurang,” ujarnya.
Di tahun kedua, Hakiem berusaha memperbaiki. Ia mulai
mensurvei selera pasar dan memilih pemasok yang bagus. Ia juga mulai merintis
menjual secara online sejak Juni 2007. Awalnya, Hakiem membuat sebuah blog untuk mempromosikan
tokonya. Setengah tahun jalan, penjualannya bagus. Pembeli terbanyak berasal
dari karyawan kantor. Ia juga menjaring pembeli dari mancanegara. “Paling
banyak dari Malaysia dan Singapura,” ujarnya.
Pada 2008 itu, Hakiem membuat situs www.rumahmadani.com. Ia
juga memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook. “Sekarang ini siapa,
sih, yang tidak punya Facebook?” ungkapnya. Saat ini, Rumah Madani sudah
memiliki 80.000-an fans di Facebook. Sejak awal 2008, omzet penjualan busana muslim Rumah Madani
naik drastis. Dalam sehari, pendapatannya bisa mencapai Rp 10 juta. Sekitar 90%
berasal dari transaksi secara online. “Penjualan secara online ternyata lebih
efektif karena bisa menjangkau pasar yang lebih luas dengan biaya operasional
murah,” katanya.
Dengan mengambil margin untung antara 5%–60%, saat ini,
penjualan rata-rata sehari sekitar 300 barang. Dengan mempekerjakan 12
karyawan, kini, ia hanya memantau bisnis dari rumah. Ia ingin ekspansi dengan
mendirikan butik di daerah. “Saya ingin Rumah Madani menjadi rujukan pertama orang
dalam mencari busana muslim di Indonesia,” terangnya.
sumber: http://www.tangandiatas.com/?ar_id=NjM2
Labels:
kisah kisah
Tidak ada komentar: