Aksi Dua Saudara Kuasai Bisnis Alat Berat
Setelah 17 tahun bermain di bisnis alat berat, duet
kakak-adik, Buyung dan Chandra, menjadi pemain yang kuat di Sumatera. Kini
keduanya merambah ke bisnis penyewaan alat berat, kelapa sawit, dan mendirikan
pembangkit tenaga listrik. Bagaimana lika-liku perjuangan mereka, dan apa kiat
suksesnya?
Memiliki gaji Rp 5-7 ribu/hari sudah pernah dirasakan Buyung
Chan. Saat itu (1986), ia menjadi sales lemari besi brankas di Medan. Itu dulu,
dan menjadi kenangan yang indah baginya. Kini, pria kelahiran Tanjung Balai
Asahan (Sum-Ut) 21 Maret 1967 ini, bersama adiknya Chandra Wijaya, sukses
mengembangkan usaha di bidang alat berat melalui PT Technindo Contromatra (TC).
Saat ini, TC mengageni 15 merek jenis produk sistem hidrolik, boiler, otomasi
engine & industrial dan alat berat. Sejumlah merek andalannya adalah Deutz,
Rexroth (Bosch Group), TCM dan Advance Boilers. Adapun pelanggannya antara
lain, PT Riau Andalan Pulp & Paper, PT Musim Mas, PT Karya Prajona Nelayan,
Perkebunan Nusantara, Smart Corporation, Lonsum, Indofood, Astra Agro Lestari,
Pertamina, dan Pabum Berastagi.
Buyung dan Chandra |
Perjuangan Buyung meraih keberhasilan seperti saat ini
tidaklah ringan. Lahir dari keluarga pas-pasan buah pasangan Amoy dan Wang Chi
Kok (almarhum), membuat Buyung harus bekerja keras. Bahkan kuliahnya di Jurusan
Akuntansi Universitas Nomensen, Medan, sempat terbengkalai, karena sembari
kuliah ia harus bekerja. Sore hari kuliah, sedangkan pagi hari digunakan untuk
bekerja di PT Indolok Bhakti Utama, khususnya menjual lemari besi merek Chubbs.
Tahun 1991, Buyung pindah ke PT Tira Austenite (TA) – anak
perusahaan Grup Tira – yang bergerak di bidang peralatan industri yang
menjual valve dan suku cadang untuk pabrik minyak kelapa sawit. Di perusahaan
ini kariernya mulai berkembang. Ia sempat menempati posisi yang cukup
bergengsi, manajer penjualan.
Menurut Buyung, awalnya TA banyak menggarap proyek
perkebunan milik pemerintah di Medan. Namun, perubahan terjadi ketika
pemerintah memberi kesempatan swasta untuk membuka perkebunan sawit. Saat itu
Buyung ditugasi menjajaki peluang memasarkan alat berat di proyek perkebunan
sawit yang digarap pihak swasta. Ternyata, upaya Buyung itu membuahkan hasil.
Ia berhasil membawa perusahaan tersebut sebagai pemimpin pasar dalam penjualan
alat berat perkebunan sawit milik swasta. Beberapa perusahaan yang berhasil
dirambah Buyung antara lain PT Sinar Mas, Grup Salim, Indo Sawit, dan Asian
Agri. “Saat itu, saya bisa menjual suku cadang senilai Rp 400-500 juta/bulan,
sedangkan penjualan unitnya Rp 6-8 miliar/tahun,â€
papar Buyung.
Melihat hal itu, maka tahun 1992 ia menganjurkan adiknya,
Chandra, membentuk CV Techno Sawita (TS), membidangi perdagangan yang menjual
berbagai jenis suku cadang untuk pabrik pengolahan kelapa sawit. Pasalnya, saat
itu bisnis suku cadang untuk industri kelapa sawit berkembang bagus, peluang
pasarnya masih besar dan pemainnya sedikit. Toh, peluang itu tak bisa direngkuh
begitu saja. Terbukti, pada awalnya penjualan TS hanya mencapai Rp 15-20
juta/bulan, meskipun pelanggannya cukup bonafide, antara lain Asian Agri dan
Sinar Mas.
Tahun 1995, Buyung memutuskan hengkang dari TA, dan
bergabung dengan adiknya mengembangkan TS. Ia melihat bisnis yang dirintis
adiknya masih jalan di tempat. Di sini, Buyung dan Chandra berbagi tugas dan
tanggung jawab. Buyung lebih fokus pada konsep, sistem, manajemen, serta visi
dan misi perusahaan, sedangkan Chandra fokus dalam hal lobi dan pemasaran.
Setelah bergabung dengan Chandra, Buyung melakukan beberapa
terobosan, di antaranya mencari prinsipal bagi TS. Dia menyebutkan,
pertemuannya dengan prinsipal Valtec berlangsung tak sengaja. Kebetulan, ia
diperkenalkan temannya pada seorang prinsipal yang sedang mencari dealer, yaitu
Valtec. Setelah melakukan pembicaraan, ternyata mereka menemukan kecocokan,
sehingga ia diminta mengageni merek tersebut. Untungnya, saat itu pihak Valtec
tidak memberi target dan persyaratan khusus menjadi dealer. Maka, ia pun nekat
menyuntikkan modal tambahan guna membesarkan TS kurang-lebih Rp 200 juta. Dana
itu berasal dari pinjaman kakak iparnya, yang juga meminjam dari bank dengan
mengagunkan rumahnya – yang digunakan untuk sewa tempat dan sebagian buat
membeli barang yang akan dijual.
Langkah berikutnya, Buyung mengubah badan usaha Techno
Sawita dari CV menjadi PT. Nama persisnya, seperti disebutkan di atas: PT
Technindo Contromatra (TC). Pertimbangannya semata-mata agar terkesan bonafide.
Saat itu omsetnya melambung ke angka Rp 500-600 juta/bulan.
Seiring berjalannya waktu, pada 2000 bisnis TC mulai
menggeliat. Saat itu, Buyung mengembangkan bisnis TC yang semula hanya di
bidang perdagangan dan produk keagenan, lalu mengarah ke after sales market.
Untuk itu, selain menjual unit jika ada kerusakan, TC menyediakan suku cadang
sehingga lebih terjamin. “Saat itu, saya banyak menggandeng produk yang
memiliki after sales market,†katanya.
Tak sampai di situ, Chandra mulai melirik industri lain di luar industri kelapa
sawit sebagai target pasarnya, misalnya pabrik kimia, semen, pengolahan pulp
& paper, baja, petrokimia, penyulingan dan migas. Pertimbangannya, produk
yang dijual juga kian beragam buat berbagai industri.
Alhasil, baik unit maupun nilai penjualan TC terus
meningkat. Sebutlah, di tahun 2006 penjualannya mencapai 25-30 unit, dengan
nilai Rp 60-80 miliar. Komposisi penjualannya: 40% genset, 25% TCM forklift,
dan 35% sisanya boiler. Adapun pertumbuhan penjualannya sekitar 20% dalam dua
tahun terakhir, dengan total penjualan sekitar 50 unit/tahun, yang harganya Rp
100 juta-1 miliar/unit.
Sementara itu, di tahun 2009 ia tidak memasang target tinggi
bagi penjualannya karena krisis global yang berdampak terhadap industri kelapa
sawit. â€Paling tidak, nilainya sama dengan
penjualan tahun 2008,†katanya. Toh, tahun 2010, ia
menargetkan penjualan akan meningkat 15%. Buyung mengklaim, pangsa pasar TC
saat ini berkisar 10%-15% di wilayah pemasaran Sumatera.
Kendati begitu, tak semua perjuangannya berbuah manis.
Jatuh-bangun bisnis ini pun Buyung rasakan. Ia bercerita, pernah ketika
bisnisnya sebagai agen suatu merek alat berat mulai bagus, tanpa ia duga
prinsipalnya diakuisisi pemilik baru. Akibatnya bisa ditebak, pemasarannya pun
yang semula ia pegang diambil alih pemilik baru, dan belum tentu agen yang
sudah ada menjadi agennya lagi. Kendala lain, Buyung menambahkan, yakni
bagaimana memberi servis yang memuaskan. Ini bukan perkara gampang. Ia pun
mesti terus membina dan meningkatkan kemampuan teknisi sebagai ujung tombak
dalam memberi kepuasan pada konsumen. Karena itu, pelatihan terus diberikan
kepada mereka, baik secara internal maupun eksternal guna meningkatkan
kualitas.
Di luar bisnis utamanya, sejak 2007, dua bersaudara ini
telah merintis bisnis kelapa sawit. Alasannya, pada krisis tahun 1997 bisnis
kelapa sawit tidak terkena imbasnya. Begitu pula ketika terjadi krisis global
baru-baru ini, industri kelapa sawit termasuk yang paling cepat pulih.
“Peluang bisnis sawit masih sangat besar dan bisa diolah untuk berbagai
kebutuhan,†katanya. Itulah sebabnya, Buyung
mengambil alih pabrik CPO di Pekanbaru senilai Rp 60-70 miliar, plus
mengakuisisi perkebunan di Padang seluas sekitar 1.000 ha senilai Rp 10-15
miliar.
Menurut Buyung, akuisisi perkebunan di Padang itu terjadi
secara kebetulan. Saat itu terjadi kredit macet pada koperasi petani plasma di
Bank Nagari dan BNI. Lalu, ia mengambil alih lahan milik koperasi itu.
“Sebagian telah menghasilkan dari 600 ha yang tertanam,†katanya. Hasil panen saat ini 500-600 ton/bulan belum
maksimum. Yang wajar, setiap 1 ha menghasilkan 1.000-1.200 ton/bulan. Sementara
itu, pabrik CPO di Pekanbaru yang telah berjalan 1,5 tahun itu sudah
berproduksi 60 ton/jam atau 400-600 ton/hari. Untuk pengembangannya, ia telah
menyiapkan dana Rp 50-60 miliar. Ia menargetkan, tiga tahun ke depan, bisa
menambah satu pabrik lagi dengan lahan seluas 3.500 ha. Ia berharap dengan
adanya satu pabrik lagi, maka ada penambahan produksi 30-45 ton/jam, atau
totalnya (dua pabrik) 90-120 ton/jam.
Masuk ke bisnis kelapa sawit jelas membutuhkan dana besar.
Untuk memenuhi kebutuhan dana itu, Buyung memperoleh pinjaman dari Bank Nagari
dan BNI sebesar 70%-80%, dan sisanya 20%-30% merupakan modal sendiri. Ia
memperkirakan break even point (BEP) pabrik CPO ini tiga-lima tahun, dengan syarat
kapasitas produksi mencapai 75%-85% dari kapasitas yang ada. Adapun perkebunan,
BEP-nya akan tercapai dalam 8-10 tahun, dengan asumsi, perkebunan mampu
berproduksi 1,5-2 ton/ha/bulan. Buyung menjelaskan, tanaman akan berproduksi
pada tahun ketiga. Itu pun belum maksimum. Baru pada tahun ke 7-8 hasilnya bisa
maksimum. “Ini investasi jangka panjang,â€
katanya.
Saat ini produksi TC (3-4 ribu ton/bulan) dijual ke dua
perusahaan, yaitu Smart (Grup Sinar Mas) dan KPN (Grup Wilmar) dengan komposisi
75%:25%. Sementara itu, buah sawit justru dijual ke perusahaan lain karena
jaraknya terlalu jauh dari pabrik-pabrik tersebut sehingga kurang ekonomis.
Saat ini pihaknya sedang menjajaki membuka perkebunan di
Pekanbaru dan Padang yang masing-masing luasnya sekitar 3.500 ha dan 3.000 ha.
Bila rencana ini terealisasi, ia bisa membangun satu pabrik lagi. Buyung
menyebutkan, untuk membangun satu pabrik, idealnya memiliki lahan 4-5 ribu ha.
Biaya investasi untuk perkebunan sawit mencapai Rp 50-60 juta/ha. Lima tahun ke
depan, ia berharap bisa menambah tiga pabrik lagi dan memiliki lahan 6-10 ribu
ha. Bahkan ia berharap suatu saat siap masuk pasar ekspor.
Menurut Herdadi (59 tahun), mantan Manajer Penjualan Bakrie
Pipe (Grup Bakrie), yang mengenal Buyung lebih dari 10 tahun, keberhasilan
Buyung membangun TC karena ia adalah anak muda yang fokus pada pekerjaannya dan
pekerja keras. “Leadership Buyung sangat kuat,†ia
menandaskan.
Ucapan Herdadi diamini Togar Simanjutak, mantan Koordinator
Maintenance PT London Sumatra (Lonsum) yang mengenal Buyung sejak tahun 1989.
Pria berusia 47 tahun yang kini menjabat Direktur Triputra Agro Industri ini
melihat Buyung sebagai sosok yang punya tekad kuat untuk maju. Buyung termasuk
yang tidak mau tahu dengan segala kekurangan ataupun keterbatasannya. Ia
teringat dengan postur kecil Buyung saat itu, membawa tas besar dan badan
berkeringat menemui Togar buat menawarkan produk alat berat. â€Buyung memiliki approach skill yang sangat bagus. Ia melihat
kekuatan Buyung dalam hal manajemen. Meskipun perusahaannya kecil (CV) saat
itu, Buyung menerapkan manajemen modern, bahkan memberi pelatihan dan motivasi
yang baik kepada karyawannya, Togar
menuturkan. Pengamatan dua rekan Buyung tampaknya tak meleset. Chandra
mengungkapkan, kelebihan kakaknya Buyung memang pada kemampuan mengelola
perusahaan dan finansial. Orangnya care, terbuka dan mau mendengar pendapat
anak buah. Selain itu, naluri bisnisnya pun sangat kuat.
Terjun ke bisnis kelapa sawit bukanlah langkah terakhir dua
bersaudara ini. Sekarang, Buyung dan Chandra sedang mempersiapkan diri untuk
merambah bisnis pambangkit tenaga listrik. Pertimbangannya, dengan harga bahan
bakar yang mahal, orang akan mencari alternatif energi yang lebih murah.
Apalagi, ia melihat banyak perusahaan yang akan membangun power plant sendiri
karena kebutuhan mereka yang tinggi. Potensi pasar power plant di Indonesia
tinggi, kata Buyung. Rencananya, ia akan masuk
ke wilayah Sumatera, khususnya di daerah industri kelapa sawit. Kapan? Dalam
satu hingga dua tahun mendatang. (sumber swa online)
Labels:
kisah kisah
Halo, ini adalah untuk menginformasikan kepada masyarakat umum, tentang penipuan pinjaman internet, telah benar-benar menyebabkan banyak kerusakan dan telah membawa beberapa keluarga menjadi pemisahan dan penderitaan. Kami benar-benar berjuang untuk membawa para pelaku ke buku. Tapi akan membutuhkan bantuan Anda, karena tanpa bantuan Anda, kami tidak bisa mengakhiri penipuan internet ini. Apa yang kita inginkan dari Anda sekarang adalah bagi Anda untuk mengisi formulir di bawah ini dengan tepat.
BalasHapusNama Perusahaan:.............................................
Perusahaan Usulan Alamat: ........................
Perusahaan Alamat Email: ................................
Jumlah Total Dibayar: .............................................
Penerimaan scan: ............................................... ......
Nama penerima:............................................
Cara Pembayaran:..............................................
Catatan: Informasi ini adalah bagi mereka yang telah menjadi korban oleh warga Nigeria yang berpura-pura menjadi pemberi pinjaman kredit sedangkan mereka tidak. Jadi Polisi Nigeria dan EFCC bekerja sangat keras untuk memastikan kejahatan ini dibawa ke berhenti. Jika Anda cukup beruntung uang Anda menghabiskan mungkin dikembalikan kembali kepada Anda.
Di sini kita hanya memiliki dua kreditur kredibel baik lokal maupun internasional, jika Anda benar-benar membutuhkan pinjaman kita dapat juga memberikan arahan yang lebih baik dan menyarankan untuk memandu Anda dalam memperoleh transaksi transparan yang lebih baik dan. Anda dapat menghubungi kami: nigerian.policeforce247@gmail.com
interpol.hotmail247@gmail.com.