Mobile Legends

[mobile%20legends][bsummary]

Clash Of Clans

[coc][grids]

Kisah dan Inspirasi

[kisah kisah][bleft]

Seven Knights

[sevenknights][grids]

me and my story - Pindah





Suara lembut pramugari yang mengimformasikan bahwa pesawat akan landing membangunkan aku, ku lihat Bunda sedang memasang sabuk pengaman,
"pasang sabuk pengaman kamu, sebentar lagi kita mendarat.." kata Bunda saat melihatku sudah bangun.
"iya bunda.." jawabku setengah malas malasan.
Tak lama, kami berdua sudah berada di ruang tunggu bandara SH, di J, dan tak perlu berlama lama menunggu, karena Ayah sudah datang duluan, setengah jam sebelum kami mendarat tadi.

Lalu kami bertiga berjalan menuju mobil Ayah yang diparkir di parkiran bandara, dan sebelum pulang kerumah, kami sempat mampir untuk makan di sebuah restoran. Senang rasanya bisa makan bareng ke dua orang tuaku lagi, setelah beberapa bulan ga bisa bareng karena Ayah lebih dulu dipindahkan kekota J, aku dan Bunda baru bisa menyusul. setelah Bunda menyelesaikan semua urusan dan ikut pindah ke kota J.

Ohya, kenalkan, namaku Suci, namaku panjang sebenarnya, tapi cukup kalian panggil Suci. Orantuaku, punya profesi yang berbeda. Ayah, beliau berkerja diperusahaan milik keluarga, menjabat sebagai direktur eksekutif, membawahi beberapa perusahaan milik kakek, yang rata rata bergerak dibidang ekspor - impor.
Sementara Bunda, wanita yang punya pendirian tegas, kini menjadi guru di salah satu SMP di kota J. Kadang aku heran dengan Bunda, sebenernya, kalaupun beliau ga kerja, penghasilan Ayah lebih dari cukup untuk keluarga kami, tapi memang sudah jadi sifat Bunda, setelah gua tamat SD, beliau mulai mengajar dikota S, sebelumnya dipindahkan ke kota J, atas dasar permintaan Ayah, karena memang tak mungkin Ayah bolak balik dari J ke S tiap hari.
Dan akhirnya, disinilah kami, makan bareng disebuah restoran.
"gimana urusan sekolah barunya Suci, Yah ?" Bunda bertanya sambil menambahkan nasi ke piring Ayah yang memang sudah kosong.
"sudah Ayah urus semua, bahkan mulai besok kalo Suci ga kecape'an, Suci dah bisa mulai masuk kok.."
"emang didaftarin ke SMA mana yah..?" tanyaku.
"SMA Negeri *, dekat rumah, jadi tiap pagi Ayah bisa anterin Suci.."
"wah asyik dong, Ayahkan emang dah lama ga nganterin Suci kayak dulu.."
"iya sayang.." kata Ayah sambil memngelus kepalaku.
"pake motor kayak dulu lagi ya ? Suci ga mau kalo pake mobil..."
"iya sayang, sekalian Ayah juga mau ngojek.." Ayah tertawa, dan hasilnya, nasi yang ada dimulutnya ikutan keluar.
"ih Ayah, malu diliatin orang.." sambil berkata begitu, Bunda dengan sigap mengambil tisu dan memberikannya ke Ayah.
"hahahahhaa, ngapain malu, biasa aja.." Seperti biasanya Ayah tampak cuek, dan aku selalu bangga dengan Ayah, yang mengajarkan kerendahan hati kepadaku.
"udah, buruan habisin makannya, Bunda dah cape banget neh, pengen ngerasain tidur dirumah baru, iyakan Suci..?"
"ehh iya iya Bund.." aku yang sedang melamun memikirkan tingkah lucu Ayah, kaget mendengar ucapan Bunda.
"alah, dari S ke J cuma satu jam an aja ngeluhnya kayak naik kereta, kalah ama nenek nenek dah.." lagi lagi Ayah tertawa dan Bunda hanya bisa pura pura cemberut.
Beberapa menit kemudian, kami sudah berada di mobil, menuju kerumah baru kami.

Esok harinya, dengan ditemani Ayah dan Bunda, aku berangkat kesekolah baruku. Karena semua urusan sudah diselesaikan Ayah, aku hanya tinggal menandatangani beberapa formulir. Dan tak lama kemudian aku sudah berjalan mengikuti Pak Wayan, guru dan sekaligus wali kelas baru ku. Aku tiba disebuah kelas, setelah aku dan Pak Wayan masuk, siswa yang ada didalam kelas itu memulai ritual biasa, berdoa dan memberi salam.
Pak Wayan lalu meminta ku mengenalkan diri, aku mengenalkan diri, sekaligus menyebutkan alasan kenapa aku pindah, aku hanya menyebut kalau kepindahanku karena Bundaku dipindah tugaskan kesini.

Hari pertama, karena Pak Wayan belum menyiapkan bangku untukku, aku terpaksa duduk disebelah seorang siswa cowok, yang kebetulan penghuni kursi disebelahnya sedang absen,
"Aku ijin duduk disini ya.." kataku mengawali perkenalan kami.
"eh iya iya, silahkan.." katanya malu malu.
"kenalin, nama aku Suci.." kataku sambil mengulurkan tangan sambil tersenyum.
"aku Adhitya.. panggil aja Adhit" dia menjabat tanganku dan entah kenapa dia terlihat gugup.

Aku pun duduk disebelahnya, dan pelajaran hari itu dimulai. Secara diam diam aku perhatikan Adhit yang terlihat serius memperhatikan Pak Wayan yang sedang menjelaskan mata pelajaran. Ternyata kalo diperhatikan seksama, Adhit cukup ganteng, tapi sayang, pakaiannya terlihat sedikit lusuh, apa karena dia siswa cowok, kan emang kebiasaan siswa cowok rata rata pakaiannya ga ada yang bersih. Ah, sudahlah, bukan hak ku mengurusi masalah kebersihan orang lain, dan sebelum aku sempat mengalihkan pandanganku, tiba tiba Adhit melihat ke arahku, aku dan dia sempat beradu pandangan sejenak, sebelum akhirnya kami sama sama tertunduk, jujur aku malu banget tertangkkap basah sedang melihatnya, entah bagaimana dengan dia.

Hari itu, selain belajar, aku juga kenalan dengan teman teman baru dikelas ini, anaknya asyik asyik, dan sekarang aku tau, kalo Adhit itu punya gank, yang beranggotakan dia dan 4 siswa lain dikelas ini, dan menurut temen teman, sama kayak rata rata gank di sekolah lain, gank nya Adhit ini suka juga melakukan hal hal yang melanggar peraturan sekolah, seperti bolos, ngerokok disekolah, terlibat tawuran, tapi kata teman teman sih, Adhit ini terkenal pintar dan menguasai setiap mata pelajaran, bahkan caturwulan kemaren, Adhit juara umum, terbaik dari 5 kelas, khususnya kelas 1 di SMA ini, dan nilainya juga mendapat nilai terbaik no urut 4 diantara beberapa SMA, SMK juga STM di wilayah ini.

Jujur, aku makin kagum padanya, selain itu, aku juga penasaran, karena aku sedikit banyak bisa melihat adanya sesuatu yang tersimpan dibalik tatap mata tajamnya, dibalik wajahnya yang terlihat teduh, kurasakan suatu tekanan dari beban hidup yang dia rasakan. Tapi aku tak punya keberanian untuk bertanya langsung padanya.

Esoknya, aku dpindahkan Pak Wayan ke bangku baru, persis didepan meja guru, kebetulan masih ada ruang kosong disana, jadi aku duduk bertiga, dengan Wati dan Indri, sementara Adhit, duduk di sudut belakang, sehingga aku ga bisa lagi melirik ke arah dia, tapi kadang ketika ada kesempatan, aku beranikan diri meliriknya, terkadang mata kami bertemu, dan seperti biasanya kami akan sama sama tertunduk malu. Begitu juga saat kami bertemu tanpa sengaja, baik ketika di perpustakaan, atau saat dia keluar dari kelas dan aku mau masuk, atau sebaliknya, kami sama sama menunduk, kami tak pernah bicara banyak, paling paling hanya bertegur sapa sekedarnya.

Beberapa hari kemudian, aku mendengar cerita Fina, saat kami bertiga bersama Indri sedang menikmati makanan di kantin sekolah.
"gua heran deh liat si Adhit sekarang..." Fina berkata sambil mengunyah siomay, si Fina yang gendut ini emang doyang banget makan siomay, cocoklah dengan tubuh bongsornya.
"heran kenapa sih fin ?, ciee diam diam lu perhatian ya ma Adhit.." kata Indri sambil mencubit lengan Fina. Entah kenapa, mendengar ucapan Indri, hati merasakan sesuatu yang bisa dibilang baru kali ini aku merasakannya.
"aduuhhh, apaan sih in, kagaklah, tapi lu tau sendirikan, Adhit tuh biasanya datang telat, pas si Suci pertama masuk aja dia hampir ga dibukain gerbang ama satpam, untung Pak Jenggot telat masuknya, kalo ga dah kena hukum lagi deh dia kayak dulu.."
"iya juga sih, gua heran juga, dah beberapa hari ini tuh anak rajin banget datang pagi, tumben yak.."
"nah tuh lu tau kan, eh Suci, lu kan juga datang pagi, duluan lu apa Adhit yang ada dikelas?" sambil berkata begitu, Fina menyenggol lenganku, aku yang sedang melamun, karena mendengar pembicaraan mereka jelas kaget.
"eh apaan..?" kataku seolah ga berdosa.
"ya elah Suci, emang ga denger kita lagi ngomong apaan?" Fina memasang muka cemberut, yang lebih mirip muka emak emak yang ga dapat belanja bulanan dari suaminya.
"denger sih, kalo setau aku sih, kayaknya Adhit dah datang duluan deh, karena pas tiap kali masuk gerbang, Adhit tuh aku liat dah ada ditaman deket gerbang tuh" aku mencoba menjelaskan, karena memang tiap pagi, tiap kali aku datang, Adhit selalu duduk dibangku taman, tapi sepertinya dia mencoba bersembunyi, dengan cara menutup wajahnya dengan buku, tapi aku tau itu dia, aku tau dari gerak geriknya. Aku ga tau apa yang dia lakuin disana, tapi yang aku tau, dia selalu mengikutiku sampai kedepan kelas, dan saat aku menunggu dia masuk, dia ga pernah masuk, dia masuk pasti selalu bareng ama teman teman se-gank nya. Tapi yang terakhir, ga aku sebutin didepan Fina dan Indri, aku pengen tau sendiri dulu, apa yang menyebabkan perubahan Adhit, yang katanya dulu sering telat, tapi sekarang berubah jadi siswa rajin yang datang awal. Dan aku juga ingin tau kenapa dulu Adhit sering telat.
"eh fin, emang si Adhit itu dulu suka telat kenapa?" aku mencoba bertanya, setelah mengumpulkan keberanian, takutnya Fina dan Indri berfikir macam macam.
'ehm, katanya sih Adhit bantu Bapaknya githu kalo pagi, gua pernah denger dari anak anak, katanya Ibunya Adhit tuh dah meninggal pas ngelahirin adeknya, dan Bapaknya ga bisa kerja karena kecelakaan, jadi dia ma adeknya jualan koran, dia bisa sekolah sampe SMA, karena dapat beasiswa gitu, kan Adhit selalu juara 1 mulai dari SD mpe sekarang..." penjelasan Fina, membuat ku sedikit kaget, sekaligus tau, apa yang disembunyikan Adhit dibalik tatapan mata dan raut wajahnya.
"oh gitu..terus Bapaknya kerja apa sekarang?"
"kata anak anak sih Bapaknya jadi buruh cuci gitu, makanya kalo pagi pagi, Adhit telat karena harus bantuin bapaknya jemur cucian dulu, kan kaki Bapaknya diamputasi, terus kalo pulang sekolah, Adhit gantiin adeknya jualan koran, adiknya tuh masuk sekolah siang, menurut anak anak, si Adhit juga kalo lagi liburan kerja jadi kuli bangunan.."
"ehmm" belum sempat ku menyambung kalimatku, si Fina tiba tiba berbisik..
"tapi janji ya Suci, lu jangan kasih tau siapapun kalo kita bicarain si Adhit, dulu pernah tuh ada anak kelas sebelah ngomongin si Adhit dikanti sini, tuh anak dihajar ama Andre dan Ilham ampe bonyok, makanya, sejak saat itu ga ada lagi yang berani ganggu Adhit, gua mohon banget sama lu ya ci..."
"iya iya, gua janji kok fin, makasih ya infonya..." kata gua sambil tersenyum, entah kenapa gua tiba tiba tersenyum, dan merasakan ada perasaan yang sulit gua ungkapin.
"tapi ngapain sih ci, lu pake nanyain tentang Adhit..?" degg, pertanyaan Indri membuat wajah ku memerah, dan untuk menutupi rasa kaget ku, aku berdiri, lalu berpura pura hendak membayar makanan yang kami makan.
"eh iya ci, ngapain lu tanya tanya tentang Adhit ?" kini giliran si Fina yang bertanya, bahkan sambil menarik tanganku dan membuat ku terpaksa duduk kembali didekat mereka.
"eh nggak, kan aku dah jadi temen sekelas kalian, masa aku ga boleh tau ?, lagian dari tadi kan kalian bahas tentang dia..." aku mencoba mengelak.
"oh, kiraen kenapa kenapa gitu, ya kali aja lu suka ama si Adhit..." dengan seenaknya Fina nyerocos kayak bebek mau disembelih.
"ah, ga lah, aku juga kan baru disini..." duh, bagaimana aku harus menyembunyikan wajahku, rasanya makin memerah.
"berarti lama lama ntar jadi suka dong ci..." goda Indri sambil senyum senyum
"wajar sih ci, banyak kok cewek cewek dikelas kita, bahkan kelas sebelah yang diam diam suka ma Adhit, bahkan ada yang nekat kirim surat cinta ma Adhit, tapi ditolak ama tuh cowok, ga tau deh kenapa..."

Suara bel tanda jam pelajaran dimulai kembali terdengar, aku menarik nafas lega, lepas dari tatapan curiga Fina dan Indri itu serasa lepas dari himpitan batu gunung. Selama perjalanan menuju kelas, otrak ku dipenuhi berbagai macam pikiran tentang sosok cowok yang sejak aku pindah kesekolah ini, mampu menarik perhatianku. Dan itu pertama kali aku merasakan hal semacam ini, padahal ketika masih di kota S, disekolah, aku tau kalau aku jadi bahan pembicaraan cowok cowok disekolahku, bahkan aku pernah mendapat surat cinta dari kakak kelasku, anggota OSIS yang jadi panitia MOS dulu, tapi aku balas surat itu dengan penolakan secara halus, karena aku emang ga mau pacaran dulu.

Saat masuk kelas, aku melirik ke arah bangku Adhit, dan ternyata, dia juga sedang melihat kearahku, sebelum aku dan dia sama sama menunduk, aku sempat melihat dia tersenyum malu, aku juga tersenyum malu, tapi entah dia melihat senyumku atau tidak..

Sampai beberapa hari kemudian, setelah aku tau Adhit selalu ada ditaman dekat gerbang, tiap pagi aku selalu minta diantarkan pagi oleh Ayah, dan sesuai dengan janjinya, Ayah mengantarkan dengan motor. Dan pagi ini, setelah mencium tangan dan pipi Ayah, aku melangkah masuh, melewati gerbang, mataku langsung melirik ke arah taman, disana, ternyata Adhit ga sendiri, ada Ilham, teman se-ganknya, dan tepat saat itu juga, Adhit memandang kearahku, kali ini dia ga menunduk, mungkin karena kaget melihat ku, aku terus melangkah, aku tersenyum malu, lalu menunduk, sambil melangkah aku mencoba mendengarkan apa yang dibicarakan Ilham dan Adhit, ternyata mereka berdua sedang membicarakan aku, Ilham menuduh Adhit ngelamun jorok tentang aku, dan tentunya Adhit menolak tuduhan itu, tapi dipercakapan akhirnya, aku menangkap makna kalimat Adhit yang menunjukkan dia memang sedang melamun tentang aku, tapi entah itu pikiran jorok atau bukan, aku ga tau, yang jelas Adhit berusaha menolak tuduhan Ilham, tapi dia berusaha menyogok Ilham dengan cara memberikan contekan PR.

Suasana kelas ga ada perubahan, sampai tiba jam pelajaran terakhir, sesaat setelah semua siswa kelas kami masuk, beberapa menit sebelum Pak Heri, guru sejarah yang akan mengajara saat itu datang, tiba tiba saja Fina yang duduk disamping ku teriak dengan suaranya yang nge-bass, dan teriakannya itu, selain membuatku kaget, juga membuatku serasa terbang entah kemana.

"cieeeeee.!!!! ternyata Adhit ga pernah telat lagi karena nungguin Suci tiap pagi didekat gerbang lhoooo.!!!!"

Aduhhhh, apaan si gendut satu ini, dan sontak karena teriakannya, seisi kelas menatap ke arah Adhit yang baru saja masuk dan bermaksud mau duduk di bangkunya. Sementara aku langsung menunduk malu, wajahku sudah bisa ditebak, langsung memerah, entah bagaimana dengan Adhit, aku rasa dia juga sama...

Suasana kelas tiba tiba jadi ricuh, teman teman mulai berteriak "cieee cieee", aku tak mampu mengangkat wajahku, sampai ketika akhirnya aku terselamatkan oleh kedatangan Pak Heri, dan sampai dering bel pulang berbunyi, aku masih ga bisa ngomong apa apa, aku langsung merapikan alat alat tulisku, dan segera keluar dari kelas.
"eh suciiii, tungguin napa...!" terdengar suara Fina dibelakangku, aku menoleh kearahnya, dan menunggu dia mendekat.
"bareng dong..." Fina bicara tanpa dosa, padahal beberapa menit yang lalu, dia sukses membuat aku malu habis habisan.
"ah kamu mah parah fin, bikin aku malu aja dikelas.." aku memamsang tampang marah.
"yeee, jangan marah marah gitu dong cantik, gua juga keceplosan pas liat Adhit masuk..." masih tanpa dosa si gendut bicara
"ya tapi kamu harusnya mikirin perasaan aku, atau perasaannya Adhit dong, pasti dia malu banget tuh..."
"ya ke gimana sih, orang gua nya keceplosan.."
Kami berdua terus berjalan menyusuri lorong kelas menuju ke gerbang, sengaja aku menghindari kerumunan siswa siswa lain, karena ada yang ingin aku tanyakan pada Fina.
"eh fin, emangnya kamu tau darimana masalah itu...?"
"masalah apaan ci..?"
Ya ampun nih anak, kok malah telmi sih.
"ya itu tadi, yang kamu teriakin dikelas genduuutt..."
"oh itu, tadi gua pas istirahat ke kantin, kan lu ma Indri ke perpus tuh, nah pas dikantin gua ketemu ma Andre, Toni dan Ilham, mereka lagi bicarain sesuatu, ya gua deketin aja mereka, ternyata si Ilham lagi cerita kalo tadi pagi dia mergokin Adhit yang duduk ditaman, dan pas lu muncul, si Adhit malah ngelamun sambil ngeliatin lu jalan, dan kayaknya Adhit emang lagi mikirin lu, buktinya dia gugup ketika ditanya Ilham.." si gendut nyerocos terus sampai digerbang, dan disana, Ayah sudah menunggu dengan senyum cerianya, Ayah memang selalu menyempatkan untuk menjemput aku sepulang sekolah, kebiasaan ini sudah dari sejak aku SD, SMP dan sampai sekarang..
"ya udah deh fin, aku duluan ya, tuh Yahku udah ada didepan.."
"hooh ci, gua juga dah dijemput ama sopir gua, dan selamat yeee, kayaknya lu bakal jadi cewek pertama yang bikin Adhit luluh..." sambil berkata begitu si Fina ngeloyor pergi, meninggalkan aku yang bengong mendengar ucapannya..

"suciii, ciiii..!!" teriakan Ayah menyadarkan aku dari lamunanku,
"eh iya Yah..." aku mempercepat langkahku, mendekati Ayah, mencium tangannya dan mengambil helm yang digantungkannya di kaca spion, lalu duduk manis dibelakangnya...

Sampai kerumah, aku masih memikirkan kejadian disekolah tadi, mulai dari kejaidian saat pagi, saat aku melihat Adhit dan Ilham ditaman, sampai ketika si Fina teriak dikelas.
Benarkah Adhit datang pagi karena menunggu ku...?

Tanpa sadar aku tertidur, dan aku terbangun saat Bunda membangunkanku sorenya, tetap saja pikiran tentang Adhit hadir terus di benakku, ditambah ketika makan malam, Ayah yang memang dari dulu hobi mendengar radio, mengeraskan volume radio saat lagu dari Obbie Messakh - Kisah Kasih di Sekolah terdengar, pikiranku bukan lagi di meja makan, melainkan disekolah, sama seperti lirik lagu itu...

Resah dan gelisah
menunggu disini
di sudut sekolah
tempat yang kau janjikan
ingin jumpa denganku
walau mencuri waktu…
berdusta pada guru

Malu aku malu
pada semut merah
yang berbaris di dinding
menatapku curiga
seakan penuh tanya:
sedang apa disini?
Menanti pacar, jawabku

Sungguh aneh tapi nyata
tak kan terlupa
kisah kasih di sekolah
dengan si dia

Tiada masa paling indah
masa-masa disekolah
tiada kisah paling indah
kisah kasih di sekolah

==================================================================

Part-Part

1.Setiap Awal Pasti Ada Akhir 
2.Kisah Kasih Disekolah
3.Kisah Kasih Disekolah bag-2
4.Pindah
5.Cinta Monyet
6.Antara Orang Tua, Cinta,dan Sahabat


Tidak ada komentar:

Motor

[motor][twocolumns]