Mobile Legends

[mobile%20legends][bsummary]

Clash Of Clans

[coc][grids]

Kisah dan Inspirasi

[kisah kisah][bleft]

Seven Knights

[sevenknights][grids]

me and my story - Cinta Monyet




Sudah seminggu berlalu, sejak kejadian dikelas itu, Adhit berubah.
Dia tak lagi datang pagi seperti sebelumnya, aku yang selalu minta diantarkan pagi pagi oleh Ayah tak menemukan sosok cowok pendiam yang biasanya duduk dibangku taman sambil membaca buku. Seperti pagi ini, giliran aku yang menunggu ditaman itu, tapi sampai gerbang ditutup, Adhit belum juga muncul. Akhirnya aku putuskan untuk masuk kelas, beberapa menit setelah guru yang hari itu mengajar masuk, Adhit tiba tiba membuka pintu kelas yang sudah ditutup, terlihat lelah membayangi wajahnya, nafas juga ngos ngosan seperti orang yang habis lari lari.

"permisi pak, maaf saya terlambat.." sambil mengatur nafasnya, Adhit melangkah masuk.
"jam berapa ini ? kamu ini telat kok jadi hobi sih dhit..?" tanya Pak Hendra menatap tajam ke arah Adhit.
sementara anak anak lain senyum senyum mendengar ucapan Pak Hendra tadi.
"maaf pak, saya salah.." Adhit hanya bisa menunduk
"saya ga minta kamu minta maaf, saya tanya ini jam berapa...?"
"jam 7:53 pak.." Adhit melirik ke arah jam dinding diatas papan tulis
"dan kamu tau artinya apa ? kamu dah telat pake banget..."
"iya pak, saya tau saya salah.."
"kalau kamu tau kamu salah, berarti kamu siap dihukum, sekarang kamu bersihkan dulu wc guru di kantor, setelah bersih baru kamu boleh ikut jam pelajaran saya.." tegas Pak Hendra memberikan hukuman untuk Adhit, sementara kami hanya bisa terdiam.
"baik pak, boleh saya masukin tas ke laci saya dulu ?"
"silahkan"
"terimakasih pak.." sambil berkata begitu Adhit melangkah ke arah bangkunya, meletakkan tasnya, lalu melangkah kembali menuju pintu keluar.
"saya permisi pak..."
"ya ya silahkan, besok besok jangan telat lagi ya.."
"baik anak anak, sampai dimana pelajaran kita minggu lalu ?"
Pertanyaan dari Pak Hendra mengagetkanku yang sedang melamun menatap ke arah pintu kelas.

Hari itu berlalu seperti biasanya, sama dengan hari hari kemarin, tapi
ketika aku mencari buku pelajaran untuk jam pelajaran terakhir hari itu, aku menemukan sebuah surat, yang dibungkus dengan amplop berwarna merah hati.
Tidak ada nama pengirim diamplop itu, jujur aku sangat penasaran untuk membuka amplop itu, tapi karena takut ketahuan sama Fina dan Indri, akhirnya ku tahan niatku. Rasanya bertahun tahun lamanya menunggu bel pulang berbunyi. Dan saat bel itu terdengar, rasa penasaranku makin memuncak. Bahkan Ayah yang menjemput ku jadi heran saat aku memintanya untuk sedikit ngebut, agar bisa sampe kerumah dengan cepat, karena biasanya aku ga pernah minta beliau untuk mempercepat laju motornya.

Sesampainya dirumah, aku langsung masuk kamar, dan tanpa mengganti seragamku terlebih dahulu, aku langsung membuka tas, mengeluarkan amplop mereha hati tersebut, dan melepaskan rekatan lemnya dengan hati.
Didalam amplop itu, aku temukan selembar kertas berwarna putih yang terlipat rapi. Tak sabar lagi, aku segera membaca tulisan tangan yang aku kenali sebagai tulisannya Adhit di surat itu;

=======

Teruntuk,
Suci *****

Teriring salam beserta ointa maafku karena telah lancang menulis dan mengirim surat ini untukmu.

Jujur, aku bingung harus dari mana aku mulai menulis, aku takut dan malu, bagaimana jika nanti kau malah tidak mau terima surat ini. Tapi aku mohon sebelum kau membuang surat ini, bacalah sampai kata terakhir.

Suci, jujur harus aku akui, sejak pertama kali kita berkenalan di kelas saat kau bari pindahan dulu, aku selalu memperhatikanmu. Aku selalu beranikan diri untuk sekedar melihat kamu, tapi aku sadar, aku tak punya banyak keberanian untuk menatap wajahmu terlalu lama.

Jujur, apa yang dikatakan Fina hari juga benar adanya, bahwa alasanku datang pagi pagi memang untuk menunggumu, tiap kali kulihat kau masuk gerbang, jujur aku aku ingin sekali menyapamu, tapi aku tak punya keberanian untuk itu. Aku hanya berani mengikutimu sampai kamu sampai kedalam kelas, tapi aku takut kamu berpikir macam macam saat kamu tau aku selalu mengikutimu, jadi aku hanya berani ikuti kamu sampai di depan kelas.

Suci, hari ini ku beranikan diri untuk menulis surat ini...
Dan melalui surat ini, aku ingin jujur, aku telah jatuh cinta kepadamu...
Maafkan aku, jika tindakan ini kau anggap terlalu lancang, aku tak mampu lagi menahan perasaanku...

Aku tak memaksa mu untuk menerima cintaku, karena aku sadar siapa aku, tapi kumohon balaslah surat ini, apapun jawaban yang engkau berikan dan aku mohon, jam istirahat pertama besok, temui aku di belakang perpus,

Dariku, yang mencintaimu

Adhitya ******

===========================

Saat membaca surat itu, aku tersenyum sendiri, ada rasa bahagia dalam hati ku, tapi aku bingung bagaimana membalas surat Adhit, aku ga bisa merangkai kata kata yang pantas untuk mengungkapkan bahwa aku juga telah jatuh cinta pada Adhit, cowok pendiam yang berhasil merebut perhatianku sejak aku pindah ke kota J ini. Hampir setengah jam lamanya aku masih berbaring ditempat tidurku tanpa tau harus melakukan apa, saat dipanggil Bunda untuk diajak makan siangpun, aku masih belum tau bagaimana caranya aku membalas surat Adhit.

Malamnya, aku benar benar tambah bingung, masa iya aku balas surat Adhit cuma dengan tulisan; "Adhit, aku udah terima surat kamu, dan aku juga jatuh cinta sama kamu.."
Tapi aku juga ga tau caranya menuliskan perasaanku padanya. Setelah guling sana guling sini, akhirnya aku putuskan untuk bicara langsung padanya keesokan hari, aku pikir itu lebih baik ketimbang malam ini aku ga bisa tidur karena harus memikirkan kata kata yang tepat untuk membalas surat Adhit.

Dan begitulah, keesokan harinya, sejak bangun tidur,mandi, sarapan, dan diperjalanan kesekolah bahkan di jam pelajaran pertama, aku perasaanku benar benar campu aduk kayak gado gadonya Mbak Marni di kantin sekolah. Antara bahagia karena tau Adhit ternyata memang menyukaiku, takut jika nanti pas ketemu malah aku ga bisa ngomong apa apa, sampai adanya rasa ragu, apakah benar surat itu Adhit pengirimnya, tapi kalau dilihat dari tulisannya, aku yakin tulisan itu milik Adhit, karena beberapa hari yang lalu, kebetulan si Fina pinjam bukunya Adhit untuk menyalin catatan pelajaran Biologi.

Dering bel tanda keluar main membuatku hampir copot jantung, dan kulihat Adhit keluar sendirian tak lama setelah guru keluar. Sedikitpun dia tak menoleh ke arahku, tapi sebenarnya aku ga tau, karena ketika dia lewat didepan mejaku, aku segera menundukkan kepala. Jujur, aku masih bingung harus ngapain, apa aku harus segera menyusul Adhit, tapi bagaimana jika nanti ketahuan anak anak ?
Beberapa menit kemudian, aku sudah melangkah di lorong belakang sekolah kami, ya karena memang perpustakaan letaknya dibagian belakang sekolah, sesekali aku melihat kebelakang, takut ada yang mengikutiku, tapi sepertinya aman. Aku cuma ga mau Adhit dipermalukan lagi seperti kejadian beberapa waktu yang lalu. Dari depan gedung perpus yang memang ter[isah dari gedung lain, aku memutar melewati jalan disamping perpus, setibanya dibelakang perpus, aku lihat Adhit sedang duduk di sebuah bangku semen yang ada dibelakang gedung ini.

Karena dia membelakangiku, dia ga tau kalo aku udah berdiri tepat di belakang dia yang juga sepertinya lagi melamun;

"Adhit..." bergetar bibir ku menyebut namanya, entah kenapa, padahal dulu pertama kali kenal dan beberapa kali bertegur sapa di kelas, aku tak pernah segugup ini.
"eh Suci, ud..udah lama disini...?" Adhit tampak sedikit kaget dan grogi.
"barusan kok, kamu udah lama disini ya.." Aku mencoba untuk bersikap tenang, padahal dalam hatiku aku begitu gugup.
"ga kok, baru beberapa menit juga, silahkan duduk ci.." sambil bergeser Adhit mempersilahkanku duduk disamping dia.
"eh iya, makasih dhit.." Grogiku makin bertambah saat aku duduk disebelah Adhit, tapi ada rasa bahagia yang tak bisa aku jelaskan.

Dalam beberapa menit kemudian, aku dan Adhit tenggelam dalam kebisuan, baik aku dan dia sama sama kehilangan keberanian untuk memulai pembicaraan. 

"ehhmmm..." 
Seperti sudah diatur, kami berdua serempak membuka mulut...
"eh, Suci mau ngomong apa..?" kata Adhit, sedikit gelagapan.
"ehmm, anu, Adhit aja yang ngomong duluan.." aku juga malah ikutan grogi..
"Suci aja dulu, gua eh aku nanti aja setelah Suci aja ngomongnya.."
"Adhit aja duluan, aku lupa mau ngomong apa tadi.." aku benar benar bingung mau ngomong apa.
Bukannya bicara, Adhit malah kembali diam sambil menunduk. Begitupun aku, lagi lagi, kami hanya mampu terdiam tanpa kata.

"Suci.."
"eh i..iya Dhit.." kataku tanpa berani memandang wajahnya, karena aku tau Adhit sedang menatap ke arahku.
"Suci dah terima surat dari gua kan..?" tanyanya dengan malu malu
"u.. udah dhit..." aku benar benar gugup.
"udah dibaca..?"
"udah dhit..."
"jadi gimana..?"
"gimana apanya dhit...?" aku malah balik bertanya, kegugupan ini benar benar membuatku bingung harus bicara apa.
"
" a..anu..." Adhit malah ikutan gagap.
"ehmmm, apakah Suci udah bbikin surat untuk balas surat gua, eh suratku...?"
"be..bee..belum dhit..."
"kenapa ci, Suci ga suka ya aku bikin surat buat Suci ya..?"
Pertanyaan Adhit makin membuat ku bingung, aku hanya mampu menunduk, sambil meremas remas tangan ku sendiri, aku yakin saat ini Adhit sedang menatap ke arahku.
"Ci..." panggilnya, dengan spontan aku menoleh kearahnya, dan dia juga memang sedang menatap ke arahku, pandangan mata kami bertemu, dan aku tak mampu menyembunyikan wajahku yang memerah karena grogi.
"aku ga marah dhit, aku senang kok kamu kirim surat buat aku, tapi aku ga bisa balas surat kamu..." aku bicara setelah mengumpulkan semua keberanianku yang tersisa.
"kenapa ci, ka..Suci ga suka ya ma gua..?" nada suaranya terdengar sedih.
"buu bukan dhit, tapi aku ga bisa merangkai kata kata untuk ditulis kayak ka kamu..."
Ku dengar Adhit menghembuskan nafas lega. Aku menyambung ucapanku setelah berusaha menghilangkan kegugupanku.
"aku..aku datang kesini, mau ngomong langsung sama kamu dhit..."
"ngomong apa ci..?"
"aku..akuu.." rasanya aku tak sanggup untuk bicara lagi, aku meremas tanganku semakin kuat.
Adhit cuma bisa terdiam, menanti kata kata ku selanjutnya, tapi aku yakin dia sangat gelisah.
"aku akuu, aku juga suka sama kamu dhit..." rasanya, semua beban dihati ini hilang setelah aku berhasil mengucapkan kalimat itu.
"Suci.. Suci ga bercandakan...?" kata Adhit terdengar kaget dan tak percaya.
"ga kok dhit, aku beneran suka sama kamu, sejak kita kenalan dulu..."
"Alhamdulillah..." hanya itu yang terdengar dari bibir Adhit.
Dan tanpa ku sadari, tangan Adhit meraih tanganku, lalu menggenggam telapak tanganku, aku cuma bisa diam dan membiarkan tindakan Adhit.
Aku merasakan kehangatan saat telapak tangan Adhit menyentuh telapak tanganku, inikah yang sering disebut orang sebagai perasaan bahagianya orang pacaran ?
"Suci.." lembut terdengar Adhit menyebut namaku..
"i iya dhit..."
"kamu maukan jadi pacar aku...?" tanyanya meminta kepastian.
"aku, aku ma mau dhit..." masih dalam kegugupan, tapi kali ini aku merasakan perasaan yang berbeda.
"makasih ya ci...kamu dah bikin gua bahagia banget hari ini.."
" iya dhit, sama sama..."
"ci, boleh ga aku memandang wajahmu.." gaya bicara Adhit terdengar lucu saat itu, karena dia ga terbiasa menggunakan kata "aku-kamu"
"boleh kok dhit..." sambil mengangkat wajahku, aku tersenyum, senyum yang menurut Adhit adalah senyuman ku yang paling manis selama dia kenal denganku.
Cukup lama dia menatap mataku, tak lagi sama seperti dulu, biasanya hanya beberapa detik kami berani bertatapan mata. Adhit tersenyum, senyum bahagia, akupun membalas senyumnya dengan senyum penuh arti.


Tiba tiba....

"cieeeeeeeeeeeeeeeee yang jadiaaaaannnn...!!!!!"

Teriakan yang lebih mirip paduan suara itu membuat aku dan Adhit kaget setengah mati. Adhit segera melepas genggaman tangannya. Tapi terlambat, dari samping gedung perpustakaan, munculkah mahluk mahluk dengan wajah tanpa dosa, Ilham, Andre, Toni, Budi, Fina, Indri dan beberapa teman teman sekelas kami mendekati kami sambil ketawa ketawa ga jelas.

"aa..apaan sih ...?" Adhit terlihat masih shock dengan kehadiran mereka yang mengejutkan.
"cieeee, akhirnya jadian juga... selamat ya..." Fina cengar cengir sambil mengulurkan tangannya kepadaku.
"apa sih Fin...?" aku pura pura bersikap biasa biasa aja, padahal dalam hati aku benar benar kaget setengah mati.
"alah, Suci masih aja ngeles...padahal kita dah dari tadi diam diam perhatiin kalian disini lho.." kali ini giliran Ilham yang bicara.
"cieeee, mulai sekarang Adhit ga perelu lagi deh sembunyi sembunyi ngasih perhatian ma Suci, tiap pagi juga ga perlu lagi diam diam ngikutin Suci..." Andre berkata begitu sambil menepuk bahu Adhit yang masih saja terlihat shock.
"udah udah, kasian tuh yang baru jadian ga bisa ngomong apa apa.." kata Toni berlagak jadi pahlawan kesiangan.
"hahahahahahaha, ya udah, ketimbang kita telat masuk kelas, kan bentar lagi bel masuk tuh, mending kita ke kelas, ntar istirhata ke dua pokoknya yang baru jadian harus traktir kita kita makan siomay di kantin Mbak Marni, pokokmya harus...!" si gendut Fina tanpa dosa malah minta ditraktir.
"yeee dasar paus kelaparan, dipikirannya makanan doang.." Indri pura pura membelaku, padahal aku tau, tindakan itu tak lebih dari ungkapan persetujuan atas usulan Fina.
"iya iya, ntar biar aku yang traktir kalian..." kataku mencona menyelamatkan Adhit, karena aku tau, Adhit ga akan punya uang buat traktir mereka.
"ga usah ci, biar deh yang kasih makan mahluk mahluk kelaparan ini.." Adhit buru buru ngomong.
"nah gitu dong, itu baru temen yang baik.." kata Fina sambil menarik tanganku.
"ya udah, yuk semua, kita ke kelas, ntar malah telat lagi..."

Dan begitulah, sejak hari itu, aku dan Adhit resmi pacaran, layaknya gaya pacaran pelajar tahun 2000 an kebawah, banyak cerita cerita lucu yang terjadi diantara kami berdua, kadang kami juga terlibat keributan kecil karena kesalahpahaman diantara kami berdua. Contohnya, aku pernah bertengkar dengan Adhit, hanya karena dia lup ga bikin PR, dan meminjam PR ku, alih alih meminjamkan PR itu, aku malah ngomelin dia, dan dia pun cuma diam, tapi hasilnya, kami ga saling bertegur sapa selama 3 hari lebih.

Tapi, hal paling membuatku sering bertanya adalah, darimana Adhit dapat uang untuk mentraktir teman teman di hari kami jadian, ketika aku tanyakan itu, Adhit selalu jawab kalau dia punya uang lebih pas hari itu, dan aku mencoba mempercayainya, walau ada keraguan bahwa ucapan Adhit ga sepenuhnya benar. Akhirnya memutuskan untuk menyimpan keraguan itu, karena takut menyinggung perasaannya.

Sejak hari jadian itu juga, Adhit jarang bahkan tak pernah lagi datang telat, dia selalu ada di dekat pintu gerbang ketika aku sampai disekolah, dan kamipun berjalan berdampingan menuju kelas, begitu juga pulangnya, dia selalu mengantarkanku sampai ke gerbang, dan melambaikan tangannya saat aku sudah di atas motor Ayah yang membawaku meninggalkan sekolah kami, dengan sembunyi sembunyi takut ketahuan Ayah, aku membalas lambaian tangannya, tak lupa memberikan senyuman termanisku.

Adhitya, sebuah nama yang membuat masa masa SMA ku begitu indah...


===============================================================
Part-Part

1.Setiap Awal Pasti Ada Akhir 
2.Kisah Kasih Disekolah
3.Kisah Kasih Disekolah bag-2
4.Pindah
5.Cinta Monyet
6.Antara Orang Tua, Cinta,dan Sahabat



Tidak ada komentar:

Motor

[motor][twocolumns]